Kamis, 18 Mei 2017

Metode Perkembangan Peserta Didik

  BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan, terdapat berbagai macam unsur-unsur pendidikan yang dilibatkan, antara lain yaitu: peserta didik, pendidik, interaksi edukatif, tujuan pendidikan, materi pendidikan, alat dan metode, serta lingkungan pendidikan. Diantara unsur tersebut, peserta didik yang merupakan subjek yang dibimbing memiliki ciri khas yang perlu untuk dipahami oleh pendidik, salah satunya yaitu sebagai individu yang sedang berkembang. Proses perkembangan tersebut terjadi secara terus-menerus dan melalui suatu rangkaian yang bertingkat-tingkat, dimana setiap tingkatnya mempunyai sifat dan ciri-ciri khusus.
Sebagai seorang pendidik hendaklah mampu memahami perkembangan peserta didiknya sehingga ia mampu menghadapi perkembangan setiap peserta didik yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu, sangatlah penting seorang pendidik ataupun orang lain memahami berbagai metode yang digunakan untuk mempelajari perkembangan peserta didik sehingga mereka bisa mendapatkan lebih banyak pengertian akan gejala perkembangan serta bagaimana cara mengatasi hambatan dalam proses perkembangan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan metode?
2. Bagaimana hakikat dari perkembangan?
3. Apa saja metode yang digunakan untuk mempelajari perkembangan peserta didik?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari metode
2. Untuk mengetahui hakikat perkembangan berhubungan dengan peserta didik.
3. Untuk mengetahui metode apa saja yang digunakan untuk mempelajari perkembangan peserta didik.

BAB II
PEMBAHASAN

  1. Definisi Metode
Kata metode sudah tidak asing lagi dalam kehidupan sehari-hari. Metode merupakan salah satu strategi atau cara yang digunakan oleh guru dalam proses belajar-mengajar yang bertujuan pada sesuatu yang hendak dicapai. Semakin tepat metode yang digunakan maka semakin baik hasil yang akan diperolehnya. Metode berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.
Adapun pengertian dan definisi metode menurut para ahli antara lain:
  1. Rothwell & Kazanas, metode adalah cara, pendekatan, atau proses untuk menyampaikan informasi.
  2. Wiradi, metode adalah seperangkat langkah (apa yang harus dikerjakan) yang tersusun secara sistematis (urutannya logis)
  3. Drs. Agus M. Hardjana, metode adalah cara yang sudah dipikirkan masak-masak dan dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah tertentu guna mencapai tujuan yang hendak dicapai.
  4. Hebert Bisno (1969), metode adalah teknik-teknik yang digeneralisasikan denga baik agar dapat diterima atau digunakan secara sama dalam satu disiplin, praktek, atau bidang disiplin dan praktek.
Berdasarkan definisi metode yang telah dipaparkan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa yang dimaksud dengan metode adalah suatu cara mengenai suatu langkah (apa yang harus dikerjakan) yang dilakukan secara sistematis guna mencapai tujuan yang hendak dicapai.


  1. Hakikat Perkembangan
Istilah perkembangan (development) dalam psikologi merupakan sebuah konsep yang cukup rumit dan komplek. Oleh karena itu, tidak dengan mudah mendefinisikan apa yang dimaksud dengan perkembangan begitu saja.
Secara sederhana Seifert dan Hoffnung (1994) mendefinisikan perkembangan sebagai “Long-term changes in a person’s growth, feelings, patterns of thinking, social relationships, and motor skills.” Sementara itu, Chaplin (Desmita,2006), mengartikan perkembangan sebagai: (1) perubahan yang berkesinambungan dan progresif dalam organisme, dari lahir sampai mati; (2) pertumbuhan; (3) perubahan dalam bentuk dan dalam integrasi dari bagian-bagian jasmaniah ke dalam bagian-bagian fungsional; (4) kedewasaan atau kemunculan pola-pola asasi dari tingkah laku yang tidak dipelajari.
Menurut Reni Akbar Hawadi (Desmita,2006) “perkembangan secara luas menunjuk pada keseluruhan proses perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru. Dalam istilah perkembangan juga tercakup konsep usia, yang diawali dari saat pembuahan dan berakhir dengan kematian.”
Menurut F.J. Monks, dkk., (2002), Pengertian perkembangan menunjuk pada “suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak dapat diulang kembali. Perkembangan menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali.” Perkembangan juga dapat diartikan sebagai “proses yang kekal dan tetap yang menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi, berdasarkan pertumbuhan, pematangan, dan belajar.”
Sedangkan menurut Desmita (2006), perkembangan tidak terbatas pada pengertian pertumbuhan yang semakin membesar, melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus-menerus dan bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju ke tahap kematangan melalui pertumbuhan, pematangan, dan belajar.
Jika ditarik kesimpulan maka yang dimaksud dengan perkembangan adalah suatu proses perubahan dari potensi yang dimiliki individu menuju ke arah yang lebih sempurna yang memiliki sifat dan ciri-ciri baru, tidak dapat diulang kembali, bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali.
  1. Metode Mempelajari Perkembangan Peserta Didik
Pembahasan mengenai metode penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan pengertian tentang bagaimana para psikolog perkembangan melakukan tugas mereka dalam mendapatkan lebih banyak pengertian akan gejala perkembangan serta bagaimana cara mengatasi hambatan dalam proses perkembangan. Metode untuk mempelajari perkembangan anak atau peserta didik ini dapat dibagi menjadi 2 macam metode yaitu metode eksperimen (eksperimental) dan metode non-eksperimen (non-eksperimental).
Sebelum membahas mengenai kedua metode tersebut terdapat satu metode yang berpengaruh terhadap metode eksperimen dan metode non-eksperimen, yaitu metode observasi. Metode observasi adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengamati semua tingkah laku yang terlihat pada suatu jangka waktu tertentu atau pada suatu tahapan perkembangan tertentu. Metode observasi ini dapat dibedakan atas dua macam, yaitu observasi alami dan observasi terkontrol.
Observasi alami adalah pencatatan data mengenai tingkah laku yang terjadi sehari-hari secara alamiah/wajar. Jadi dalam observasi alami peneliti melakukan semua pencatatan terhadap kehidupan anak tanpa mengubah suasana atau mengontrol dalam situasi-situasi yang direncanakan.
Observasi terkontrol dilakukan bilamana lingkungan tempat anak berada diubah sedemikian rupa sesuai dengan tujuan peneliti, sehingga bermacam-macam reaksi tingkah laku anak yang diharapkan akan timbul. Misalnya seorang anak yang ingin diketahui reaksi dan sikapnya terhadap lingkungan pergaulannya, akan diobservasi pada lingkungan sosial yang sudah direncanakan.
Kedua jenis observasi ini bisa dilakukan dengan alat-alat modern serta dengan kuantifikasi secara statistik dan pengolahan-pengolahan komputer. Jenis observasi yang kedua dianggap lebih objektif dan hasilnya lebih akurat daripada yang pertama. Karena itu observasi terkontrol dapat dilakukan untuk tujuan-tujuan eksperimental dengan pendekatan dan metode yang sesuai dengan lapangan psikologi eksperimental. (Desmita,2006)



  1. Metode Eksperimen
Metode eksperimen melibatkan manipulasi atas beberapa aspek situasi serta observasi terhadap dampak dari manipulasi itu terhadap beberapa aspek perilaku. Menurut Monks, F. J., dkk (2002) di dalam metode eksperimen dapat dibedakan menjadi eksperimen yang murni dan eksperimen lapangan. Perbedaan antara dua macam eksperimen ini dapat dalam tingkat kemungkinannya untuk mengerti sebab akibatnya antara faktor-faktor tertentu dengan gejala-gejala perkembangan. Pada eksperimen yang murni, maka kontrol terhadap situasi lebih dapat dilakukan dengan baik, dengan begitu hubungan antara suatu variabel dengan suatu gejala perkembangan lebih dapat ditentukan. Sedangkan pada eksperimen lapangan bertitik tolak dari situasi kehidupan nyata. Seringkali hubungan antara suatu variabel dengan suatu gejala perkembangan kurang dapat dilihat dengan pasti.
Untuk suatu eksperimen yang baik, tentu ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Menurut Wundt sebagai berikut:
  1. Kita harus dapat menentukan sendiri momen timbulnya gejala yang akan diselidiki.
  2. Kita harus berkesempatan mengikuti berlangsungnya gejala yang ditimbulkan itu dengan perhatian yang tercurah.
  3. Tiap pengamatan harus dapat diulang-ulang dalam keadaan yang sama.
  4. Syarat-syarat yang kita pakai untuk menimbulkan gejala itu harus dapat kita ubah-ubah menurut kemauan kita.
Syarat-syarat tersebut memang ideal dan dapat diselenggarakan dalam ilmu-ilmu yang berkenaan dengan benda mati. Akan tetapi, syarat-syarat ini sukar diramalkan dalam eksperimen psikologi. Di sini yang diselidiki bukannya benda mati melainkan makhluk hidup yang bisa mengalami perkembangan dan pertumbuhan. Meskipun demikian, tidaklah berarti bahwa metode ini tidak dapat dipakai dalam psikologi, melainkan eksperimen ini merupakan bagian yang penting sekali dalam psikologi.
Dalam psikologi perkembangan, metode eksperimen dilakukan dengan melakukan kegiatan-kegiatan percobaan pada anak. Penggunaan metode eksperimen dalam penelitian terhadap anak-anak tidaklah mudah, karena anak-anak sangat sugestibel, mudah dipengaruhi, bertingkah laku semaunya, sering sulit diberikan pengertian, dan sukar diketahui dengan jelas apa yang dimaksudkan anak itu. Ini menunjukkan bahwa dalam penelitian psikologi perkembangan, penggunaan metode eksperimen tidak bisa mengubah lingkungan-lingkungan tertentu sebebas-bebasnya, sehingga merangsang timbulnya reaksi-reaksi tertentu.
Untuk itu dalam suatu eskperimen perlu diperhatikan variabel-variabel seteliti mungkin, yaitu variabel-variabel bebas (independence-variable) yang mempengaruhi variabel terikat (dependent-variable). Misalnya, penelitian pada sekelompok anak mengenai pengaruh kelompok bermain terhadap perkembangan bahasa. Dalam hal ini harus diperhatikan dan dipertimbangkan semua variabel bebas yang mungkin mempengaruhi perkembangan bahasa anak, seperti umur, jenis kelamin, status sosial, kondisi fisik, pendidikan orang tua dan variabel-variabel lain yang mungkin mempengaruhi perkembangan bahasa anak, sebelum dilakukan tes bahasa terhadap anak.

  1. Metode Non-Eksperimen
Metode non-eksperimen merupakan metode penelitian yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri (variabel) subjek penelitian menurut keadaan apa adanya, tanpa ada manipulasi (intervensi) peneliti. Ada beberapa macam metode mempelajari perkembangan peserta didik yang tergolong ke dalam metode non-eksperimen diantaranya yaitu: metode klinis, metode tes, dan metode survey.
  1. Metode Klinis
Metode klinis adalah suatu metode penelitian yang khusus ditujukan kepada anak-anak dengan cara mengamat-amati, mengajak bercakap-cakap, dan tanya jawab. Metode klinis berbeda daripada metode eksperimental. Tidak hanya dalam kecermatan cara mengadakan registrasi, yaitu dalam hal pengumpulan dan pencatatan data, melainkan lebih-lebih dalam hal representativitas sampel, artinya pemilihan kelompok “orang cobaannya” tidak perlu berdasarkan persamaan sifat yang dimiliki oleh keseluruhan populasi, melainkan cukup dilakukan penelitian terhadap beberapa kasus saja. Misalnya terhadap anak-anak dari tingkatan umur tertentu yang secara berturut-turut atau bersamaan waktu diobservasi oleh beberapa orang pengamat. Alat yang dipakai adalah berbagai macam test atau pemberian tugas-tugas tertentu.
Pelaksanaan metode ini dilakukan dengan cara mengamat-amati atas pertimbangan bahwa anak itu belum mampu mengungkapkan isi pikiran dan perasaannya dengan bahasa yang lancar. Untuk memudahkan tanya jawab dalam pelaksanaannya digunakan daftar pertanyaan yang memberi petunjuk kepada si peneliti tentang apa saja yang harus diperhatikan. Salah satu tokoh dunia yang juga menggunakan metode klinis ini adalah Jean Piaget yang menggunakan metode ini untuk meneliti cara berpikir dan perkembangan bahasa anak-anak.
  1. Metode Tes
Metode tes adalah metode yang digunakan untuk mengadakan pengukuran tertentu terhadap objeknya. Tes merupakan isntrumen penelitian yang penting dalam psikologi kontemporer, yang digunakan untuk mengukur segala jenis kemampuan, minat, sikap, dan hasil kerja. Dalam hal ini, para peneliti biasanya menggunakan tes-tes psikologi yang sudah distandarisasi. Tes standar memiliki dua ciri penting. Pertama, para pakar psikologi biasanya menjumlahkan semua skor individu untuk menghasilkan satu skor tunggal, atau serangkaian skor, yang mencerminkan sesuatu tentang individu. Kedua, para pakar kelompok yang sama untuk menentukan bagaimana individu menjawab dalam kaitannya dengan orang lain.
Seperti yang dikemukakan Simandjuntak dan Passaribu dalam bukunya yang berjudul Pengantar Psikologi Perkembangan, metode test ini sebagai alat pendidikan psikologi menduduki tempat yang penting. Baik tidaknya suatu test bergantung pada banyak faktor, misalnya: susunannya, penentuan skala atau norma-norma, sesuai tidaknya suasana dengan lingkungannya dan lain-lain. Beberapa penggolongan-penggolongan test dalam garis besarnya:
  1. Menurut fungsi yang diperiksa: test-test perhatian, ingatan dan sebagainya.
  2. Menurut jumlah orang yang diperiksa: test-test individual dan test-test rombongan.
  3. Menurut cara pelaksanaannya: test-test verbal dan test-test performance.
  4. Menurut penilaiannya: test-test alternative, dalam mana jawaban-jawaban itu bersifat betul atau salah dan test-test gradual, dimana penilaian-penilaian jawaban didasarkan atas suatu skala.
  1. Metode survey
Metode survey dapat dengan menggunakan teknik interview atau angket. Melalui metode angket ini, kepada sejumlah orang diberikan daftar-daftar yang memuat berbagai pertanyaan yang harus dijawab. Satu daftar pertanyaan berisi suatu kumpulan pertanyaan yang tertuju pada sutau persoalan-persoalan yang konkrit. Pertanyaan-pertanyaan tadi dapat bersifat terbuka yang memungkinkan jawaban yang bebas, dan dapat pula bersifat tertutup, misalnya dengan menggunakan skala. Pertanyaan-pertanyaan tersebut seringkali dibuat dalam bentuk pernyataan. Jawabannya berwujud setuju atau tidak setuju maupun tingkatan setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan itu. Misalnya sebagai berikut:
Suasana belajar anak-anak dipengaruhi oleh suasana lingkungan yang ditimbulkan di lingkungan keluarga.
  • Setuju sekali
  • Setuju
  • Tidak tahu
  • Tidak setuju
  • Tidak setuju sekali
Responden (orang yang diberi pertanyaan) memberikan tanda pada tempat segi empat di depan pernyataan yang dipilihnya.
Kemudian atas dasar jawaban-jawaban yang terkumpul itu dicarilah kesimpulan-kesimpulan umum sesuai dengan jawaban pada angket.
Dalam pelaksanaan metode angket ini, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi:
  1. Daftar itu langsung ditujukan dan dijawab oleh orang yang bersangkutan.
  2. Daftar itu ditujukan dan diisi oleh seseorang yang memiliki hubungan dengan orang yang bersangkutan. Jadi, pengisi pertanyaan-pertanyaan yang termuat dalam daftar itu bertindak sebagai perantara. Misalnya, orang tua menjawab angket yang berhubungan dengan anaknya.

BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
Metode adalah suatu cara mengenai suatu langkah (apa yang harus dikerjakan) yang dilakukan secara sistematis guna mencapai tujuan yang hendak dicapai. Sedangkan hakekat perkembangan dapat diartikan sebagai proses perubahan dari potensi yang dimiliki individu menuju ke arah yang lebih sempurna yang memiliki sifat dan ciri-ciri baru, tidak dapat diulang kembali, bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali. Sehingga metode mempelajari perkembangan peserta didik dapat dimaksudkan sebagai suatu cara yang digunakan untuk mengetahui dan mempelajari perkembangan peserta didik.
Dalam mempelajari perkembangan peserta didik terdapat dua macam metode yang spesifik untuk mempelajari perkembangan peserta didik yaitu metode eksperimen dan metode non-eksperimen. Metode eksperimen melibatkan manipulasi atas beberapa aspek situasi serta observasi terhadap dampak dari manipulasi itu terhadap beberapa aspek perilaku. Sedangkan metode non-eksperimen melibatkan observasi yang dilakukan terhadap sejumlah ciri (variabel) subjek penelitian menurut keadaan apa adanya, tanpa ada manipulasi (intervensi) peneliti. Di antaranya yang termasuk dalam metode non-eksperimen yaitu metode klinis (dengan cara mengamat-amati, bercakap-cakap, dan tanya jawab), metode tes (melakukan pengukuran tertentu terhadap objeknya), dan metode survey (menggunakan teknik interview atau angket).

B. Saran
Setelah mengetahui metode-metode yang digunakan untuk mempelajari perkembangan peserta didik dari makalah singkat ini, para pendidik ataupun psikolog perkembangan  dapat menerapkan metode tersebut sehingga mampu mengetahui bagaimana perkembangan peserta didiknya dari waktu ke waktu. Serta para pendidik hendaklah dapat menentukan metode pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan peserta didiknya serta membantu mengatasi hambatan dalam proses perkembangan peserta didiknya.

DAFTAR RUJUKAN

Desmita. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Monks, F. J., dkk. 2002. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.
Meggit, C. 2013. Memahami Perkembangan Anak. Terjemahan Agnes Theodora W. Jakarta: PT Indeks.
Simandjuntak, B. & Pasaribu, I. L. 1984. Pengantar Psikologi Perkembangan. Bandung: Tarsito.
Zulsyid. 2015. Pengertian dan Definisi Metode Menurut Para Ahli. (Online), (https://www.bersosial.com/threads/pengertian-dan-definisi-metode-menurut-para-ahli.21803), diakses tanggal 11 Februari 2016.
Kbbi.web.id/metode

Kamis, 11 Mei 2017

Pengambilan Keputusan

BAB I
PENDAHULUAN

    1. Latar Belakang
Sepanjang hidupnya, manusia selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan atau optimasi dan pengambilan keputusan. Hal ini sejalan dengan teori real life choice, yang menyatakan dalam kehidupan sehari-hari manusia melakukan atau membuat pilihan-pilihan diantara sejumlah pilihan untuk dioptimasi. Pilihan-pilihan tersebut berkaitan dalam penyelesaian masalah yakni upaya untuk menutup terjadinya kesenjangan antara keadaan saat ini dari keadaan yang diinginkan.
Pengambilan keputusan adalah akhir proses panjang tentang identifikasi masalah, penetapan persyaratan pemecahan masalah, identifikasi alternatif, optimasi masalah dan penilaian strategi penyelesaian masalah. Situasi pengambilan keputusan yang dihadapi seseorang akan mempengaruhi keberhasilan suatu pengambilan keputusan. Setelah seseorang berada dalam situasi pengambilan keputusan maka selanjutnya dia akan melakukan tindakan untuk mempertimbangkan, menganalisa, melakukan prediksi dan menjatuhkan pilihan terhadap alternatif yang ada.
Dalam tahap ini reaksi individu yang satu dengan yang lain berbeda-beda sessuai dengan kondisi masing-masing individu. Ada individu yang dapat segera menentukan sikap terhadap pertimbangan yang telah dilakukan, namun ada juga individu lain yang tampaknya mengalami kesulitan untuk menentukan sikapnya.
    1. Rumusan Masalah
  1. Apa pengertian dari pengambilan keputusan?
  2. Apa pengertian dari optimasi?
  3. Apa saja jenis-jenis pengambilan keputusan?
  4. Apa langkah-langkah pengambilan keputusan?
  5. Apa saja gaya pengambilan keputusan?
  6. Apa saja model pengambilan keputusan?
  7. Apa saja kondisi yang mempengaruhi pembuatan keputusan?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pengambilan Keputusan
Pada umumnya para ahli sepakat bahwa kata keputusan (decision) berarti pilihan (choise), yaitu pilihan dari dua atau lebih alternatif. Hal ini dikemukakan oleh Robbins, bahwa “decision making is process in which one choose between two or more alternative” yang artinya adalah proses memilih dua alternatif atau lebih, biasanya pilihan yang ditetapkan didasarkan pada pertimbangan rasional yang memiliki keutamaan lebih banyak bagi organisasi. Namun perlu diingat bahwa keputusan atau pilihan ini diambil bukan berdasarkan benar atau salah tetapi pilihan antar “hampir benar” dan “mungkin salah”.
Sedangkan keputusan Morgan dan Carullo mendefinisikan keputusan adalah sebuah kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan pertimbangan-pertimbangan, yang terjadi setelah satu kemungkinan dipilih sementara yang lain dikesampingkan. Maka dalam hal ini keputusan dapat dikatakan sebagai hasil dari suatu proses pemikiran yang berupa pilihan satu dari beberapa alternatif  yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Pilihan itu bisa saja salah mungkin saja benar. Secara umum, pengertian pengambilan keputusan telah dikemukakan oleh banyak ahli, diantaranya adalah :
  1. G. R. Terry, mengemukakan bahwa pengambila keputusan adalah sebagai pemilihan yang didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif.
  2. Claude S. Goerge Jr, mengatakan proses pengambilan keputusan itu dikerjakan oleh kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan pemikiran yang temasuk pertimbangan, penilaian dan pemilihan diantara sejumlah alternatif.

Dari pengertian itu pengambilan keputusan adalah proses kesadar, kegiatan pemikiran yang termasuk pertimbangan, penilaian dan pemilihan alternatif cara bertindak dari berbagai alternatif yang tersedia berdasarkan fakta dan data untuk memecahkan masalah.


2.2 Pengertian Alternatif
Arti kata Alternatif adalah pikihan lain yang ditujukan untuk memudahkan individu dalam memilih keputusan apa yang akan diambil jika pilihan pertama tidak memungkinkan.

2.3 Jenis-jenis Pengambilan Keputusan Individual: Model Optimasi
  1. Stuktur
Dilihat dari segi struktur, ruang lingkup dan tingkat pembuatan keputusan, maka keputusan dapat dibagi menjadi dua kelompok: pertama, keputusan terprogram, yaitu keputusan rutin atau keputusan repertitif yang ditangani melalui proses standart dan optimasi untuk mendapatkan hasil yang ideal; dan kedua, keputusan tidak terprogram, yaitu keputusan satu kali, tidak terstruktur, ditangani melalui pemecahan masalah yang umum dan dengan optimasi yang efektif.
  1. Pembuatan Keputusan
Ditinjau dari pembuatan keputusan, keputusan terprogram biasanya dibuat oleh individu dengan rencana-rencana yang sudah dibuatnya, dan sebaliknya keputusan-keputusan besar yang tidak terprogram dan yang mempunyai dampak luas terhadap orang lain  atau disebut juga dengan keputusan strategik, umumnya dibuat oleh individu dengan tingkatan pemikiran yang tinggi. Semakin tinggi kedudukan pengambilan keputusan, semakin luas ruang lingkup keputusan yang dibuatnya, yang juga berarti semakin luas dampaknya terhadap organisasi dan masyarakat.
  1. Waktu dan keterampilan
Dari segi waktunya banyak para ahli membagi keputusan kedalam tiga macam keputusan: pertama, Keputusan jangka Panjang, kedua, Keputusan jangka menengah dan ketiga, keputusan jangka pendek. Selanjutnya dilihat dari segi kemampuan atau keterampilan keputusan terstruktur lebih mudah dan lebih cepat; sedangkan keputusan yang tidak terstruktur memerlukan kecakapan, pengalaman, waktu yang lebih panjang dan lama

  1. Jenisnya
Dilihat dari segi jenisnya menurut Mangkusubroto dan Trisnadi, keputusan dapat dibagi menjadi: Keputusan strategik, Keputusan taktis, dan keputusan operasional
2.4 Langkah-langkah Pengambilan Keputusan
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh John Adair terhadap para individu tentang pengambil keputusan, dengan membuat daftar-daftar tahapan yang akan mereka lakukan bila mereka harus mengambil keputusan atau memecahkan persoalan. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian tersbut terhimpun dalam lima rencana pokok, yaitu :
  1. Membuat spesifikasi sasaran dengan meyakini perlunya mengambil keputusan.
  2. Menghinpun Informasi dan mengorganisasi data, mencek data dan opini.
  3. Mengidentifikasi sebab-sebab yang mungkin menentukan kendala waktu danberbagai kriteria lain.
  4. Mengembangkan opsi dan membuat daftar arus tindakan yang mungkin  menghasilkan gagasan-gagasan.
  5. Mengevaluasi dan memutuskan dan membuat daftar pro dan kontra.

Pendapat-pendapat lain yang hampir sama dengan pendapat di atas dalam Proses Pengambilan Keputusan dikemukakan oleh para ahli, seperti Menurut G. R. Terry :
  1. Merumuskan problem yang dihadapi.
  2. Menganalisa problem tersebut.
  3. Menetapkan sejumlah alternatif.
  4. Mengevaluasi alternatif.
  5. Memilih alternatif keputusan yang akan dilaksanakan.

Sementara menurut Menurut Peter Drucer :
  1. Menetapkan masalah.
  2. Manganalisa masalah.
  3. Mengembangkan alternatif.
  4. Mengambil keputusan yang tepat.
  5. Mengambil keputusan menjadi tindakan efektif Implikasi dalam bidang pendidikan.

Berbagai macam permasalahan dalam pengambilan keputusan sering disebabkan kesalahan dalam mengidentifikasi atau kurang adanya pengoptimalan terhadap jenis masalah yang dihadapi. Jenis-jenis masalah tersebut memberikan pemahamam kepada para individu untuk menentukan terlebih dahulu keputusan apa yang akan diambil. Bila keputusan itu sangat besar pengaruhnya terhadap masyarakat maka sebaiknya dalam mengambil keputusan secara musyawarah.

2.5 Gaya Pengambilan Keputusan
Ada empat gaya pengambilan keputusan: direktif, analitik, konseptual, dan perilaku :
1. Gaya Direktif; Pembuat keputusan gaya direktif mempunyai toleransi rendah pada ambiguitas, dan berorientasi pada tugas dan masalah teknis. Pembuat keputusan ini cenderung lebih efisien, logis, pragmatis dan sistematis dalam memecahkan masalah. Pembuat keputusan direktif juga berfokus pada fakta dan menyelesaikan segala sesuatu dengan cepat. Mereka berorientasi pada tindakan, cenderung mempunyai fokus jangka pendek, suka menggunakan kekuasaan, ingin mengontrol, dan secan menampilkan gaya kepemimpinan otokratis.
2. Gaya Analitik; Pembuat keputusan gaya analitik mempunyai toleransi yang tinggi untuk ambiguitas dan tugas yang kuat serta orientasi teknis. Jenis ini suka menganalisis situasi; pada kenyataannya, mereka cenderung terlalu menganalisis sesuatu. Mereka mengevaluasi lebih banyak informasi dan alternatif darpada pembuat keputusan direktif. Mereka juga memerlukan waktu lama untuk mengambil kepuputusan mereka merespons situasi baru atau tidak menentu dengan baik. Mereka juga cenderung mempunyai gaya kepemimpinan otokratis.
3. Gaya Konseptual; Pembuat keputusan gaya konseptual mempunyai toleransi tinggi untuk ambiguitas, orang yang kuat dan peduli pada lingkungan sosial. Mereka berpandangan luas dalam memecahkan masalah dan suka mempertimbangkan banyak pilihan dan kemungkinan masa mendatang. Pembuat keputusan ini membahas sesuatu dengan orang sebanyak mungkin untuk mendapat sejumlah informasi dan kemudian mengandalkan intuisi dalam mengambil keputusan. Pembuat keputusan konseptual juga berani mengambil risiko dan cenderung bagus dalam menemukan solusi yang kreatif atas masalah. Akan tetapi, pada saat bersamaan, mereka dapat membantu mengembangkan pendekatan idealistis dan ketidakpastian dalam pengambilan keputusan.
4. Gaya Perilaku; Pembuat keputusan gaya perilaku ditandai dengan toleransi ambiguitas yang rendah, orang yang kuat dan peduli lingkungan sosial. Pembuat keputusan cenderung bekerja dengan baik dengan orang lain dan menyukai situasi keterbukaan dalam pertukaran pendapat. Mereka cenderung menerima saran, sportif dan bersahabat, dan menyukai informasi verbal dari pada tulisan. Mereka cenderung menghindari konflik dan sepenuhnya peduli dengan kebahagiaan orang lain. Akibatnya, pembuat keputusan mempunyai kesulitan untuk berkata 'tidak' kepada orang lain, dan mereka tidak membuat keputusan yang tegas, terutama saat hasil keputusan akan membuat orang sedih.

2.6 Model Pengambilan Keputusan
Biasanya, pendekatan yang digunakan seorang manajer tatkala mengambil keputusan jatuh ke dalam tiga kategori : (1) Model Klasik, (2) Model Administratif, dan (3) Model Politik. Pilihan atas setiap model bergantung pada pilihan personal tiap manajer, apakah keputusan Terprogram atau Tidak Terprogram, dan karakter situasi seperti risiko, ketidakpastian, atau ambiguitas.
  1. Model Klasik. Model ini didasarkan atas asumsi bahwa individu seharusnya membuat keputusan-keputusan yang masuk akal yang sekaligus merupakan kepentingan ekonomi terbaik bagi orang yang dapat terpengaruh. Model ini berdasarkan atas 4 asumsi (anggapan dasar) yaitu:
    1. Pembuat keputusan bertindak untuk memenuhi tujuan yang diketahui dan disetujui. Masalah diformulasikan dan didefinisikan secara tepat.
    2. Pembuat keputusan menghadapi situasi kepastian, beroleh informasi lengkap. Seluruh alternatif dan pemetaan hasil dapat dikalkulasi.
    3. Kriteria pengevaluasian alternati diketahui. Pembuat keputusan memilih alternatif yang akan memaksimalkan hasil ekonomi bagi orang lain.
    4. Pembuat keputusan bercorak rasional dan menggunakan logika dalam menghadapi nilai-nilai, meminta pilihan, mengevaluasi alternatif, dan membuat keputusan yang akan memaksimalkan pencapaian tujuan orang lain.

Model Klasik juga disebut model normatif karena menjelaskan bagaimana pembuat keputusan seharusnya membuat keputusan. Ia bukan menjelaskan bagaimana individual sesungguhnya membuat keputusan. Guna dari model klasik ini adalah kemampuannya membantu individual untuk membuat manajer bersikap rasional atau lebih rasional lagi, karena banyak individual cenderung membuat keputusan berdasarkan intuisi dan pilihan pribadi.


  1. Model Administratif. Model ini menjelaskan bagaimana individu sesungguhnya membuat keputusan dalam situasi yang dicirikan oleh keputusan Tidak Terprogram, ketidakpastian, dan ambiguitas. Model ini muncul karena banyak keputusan manajerial bukanlah bercorak Terprogram dan manajer tidak mampu membuat keputusan yang rasional secara ekonomi kendatipun mereka menginginkannya. Model Administratif dalam pembuatan keputusan didasarkan atas karya Herbert Alexander Simon. Simon mengajukan dua konsep yang dapat digunakan dalam membentuk model administratif: (1) Rasionalitas Terbatas dan (2) Pemuasan.
    1. Rasionalitas Terbatas adalah konsep bahwa orang hanya punya waktu dan kemampuan kognitif (mengetahui) yang terbatas dalam memproses informasi yang mendasari suatu keputusan. Keterbatasan seorang manajer untuk memproses informasi organisasi yang rumit dan terbatasnya waktu yang mereka miliki adalah dasar dari Rasionalitas Terbatas.
    2. Pemuasan adalah pembuat keputusan memilih alternatif solusi pertama yang memuaskan kriteria keputusan yang minimal. Ketimbang mempelajari seluruh alternatif untuk menjawab satu permasalahan, manajer akan memilih solusi pertama yang muncul guna menjawab permasalahan, kendati pada alternatif lainnya solusi yang lebih baik mungkin akan ditemui. Manajer tidak dapat mengendalikan waktu dan biaya untuk menganalisis seluruh alternatif jawaban. Asumsi Model Administratif adalah:
  1. Tujuan keputusan kerap konfliktual dan kurang konsensus di antara para manajer. Manajer kerap kurang tanggap atas masalah dan peluang yang ada dalam organisasi.
  2. Prosedur rasional tidak selalu digunakan, yang kendatipun ada, mereka dianggap pandangan yang simplistik atas masalah yang tidak mampu menangkap kerumitan organisasi yang sesungguhnya.
  3. Pencarian manajer atas alternatif terbatas akibat hambatan manusia, informasi, dan sumber daya.
  4. Sebagian besar manajer cenderung pada solusi pemuasan ketimbang maksimal, sebagian akibat mereka hanya punya informasi terbatas dan sebagian karena mereka hanya mengenali kriteria yang mereka pahami saja.

Model Administratif juga menggunakan intuisi. Intuisi adalah pengenalan instant atas situasi keputusan berdasar pengalaman manajer sebelumnya tetapi tanpat pemikiran yang sadar. Pembuatan keputusan secara intuitif bukanlah irasional karena ia didasarkan pada pengalaman bertahun-tahun dan penanganan langsung atas masalah oleh seorang manajer.


  1. Model Politik. Model ini berguna untuk membuat keputusan Tidak Terprogram dengan kondisi ketidakmenentuan, terbatasnya informasi, dan manajer saling berbantahan seputar tujuan yang hendak dicapai atau tindakan apa yang harus dibuat. Dalam organisasi, kerap masing-masing manajer mengejar tujuan yang berbeda dan mereka harus bicara satu sama lain untuk sharing informasi dan meraih kesepakatan.Untuk membangun kesepakatan dan mengejar tujuan, para manajer membangun koalisi. Koalisi adalah aliansi informal di antara para manajer yang mendukung tujuan spesifik yang sama. Model Politik paling mendekati situasi pembuatan keputusan yang sesungguhnya. Asumsi yang mendasari model ini adalah:
    1. Organisasi terdiri atas sejumlah kelompok yang beda kepentingan, tujuan, dan nilai-nilai. Para manajer menunjukkan kondisi saling tidak setuju, punya prioritas sendiri-sendiri, dan mungkin tidak saling memahami berbagai tujuan dari pengambilan keputusan tersebut.
    2. Informasi bersifat ambigu dan tidak lengkap. Upaya untuk rasional dibatasi oleh kerumitan dari sejumlah masalah seperti halnya dengan hambatan-hambatan personal dan keorganisasian.
    3. Manajer tidak punya waktu, sumber daya atau kapasitas mental untuk mengidentifikasi seluruh dimensi masalah dan memproses infomasi-informasi yang relevan. Manajer saling bicara satu sama lain dan bertukar sudut pandang guna memperoleh informasi dan mengurangi ambiguitas.
    4. Manajer terlibat dalam tarik ulur perdebatan untuk memutuskan tujuan pengambilan keputusan seraya mendiskusikan alternatif keputusan. Keputusan yang dihasilkan adalah hasil tawar menawar dan diskusi di antara anggota koalisi. 
2.7 Kondisi yang Mempengaruhi Pembuatan Keputusan
Terdapat sejumlah kondisi yang mempengaruhi keputusan-keputusan yang diambil seorang manajer. Berdasarkan sifatnya, keputusan dapat dikategorikan sebagai keputusan (1) Terprogram dan (2) Tidak Terprogram. Berdasarkan kemungkinan kegagalannya, keputusan dibuat dalam kondisi: (1) Kepastian, (2) Risiko, (3) Ketidakpastian, dan (4) Ambiguitas. Semakin mendekati situasi pasti, gagalnya suatu keputusan untuk menyelesaikan masalah semakin rendah. Semakin mendekati situasi ambiguitas, gagalnya suatu keputusan untuk menyelesaikan masalah semakin tinggi. Semakin mendekati situasi kepastian, keputusan terprogram bisa dilaksanakan. Semakin mendekati situasi ambiguitas, keputusan tidak terprogram kerap harus dibuat.
  1. Keputusan Terprogram. Keputusan ini melibatkan situasi yang kerap terjadi sehingga memungkinkan suatu keputusan dikembangkan dan diterapkan di masa mendatang. Keputusan ini merupakan respon atas masalah yang berulangkali muncul. Termasuk ke dalamnya, misalnya, keputusan untuk memperbaharui stok kertas dan alat tulis mingguan atau bulanan. Keputusan Terprogram memungkinkan manajer mendelegasikannya kepada bawahan sehingga ia bisa fokus pada masalah lain.
  2. Keputusan Tidak Terprogram. Keputusan ini dibuat sebagai respon atas situasi unik, kurang didefinisikan, tidak terstruktur, dan punya konsekuensi besar atas organisasi. Keputusan untuk membuat pabrik baru, membuat produk baru, memasuki wilayah pasar baru, atau memindahkan kantor ke lain lokasi merupakan misal dari Keputusan Tak Terprogram.
  3. Kepastian. Artinya seluruh informasi yang dibutuhkan pembuat keputusan tersedia. Manajer punya informasi seputar kondisi operasional, biaya sumberdaya atau hambatan, sehingga keputusan bisa diambil dan dilaksanakan lewat serangkaian tindakan yang terukur.
  4. Risiko. Artinya keputusan punya tujuan jelas dan dan informasi tersedia, tetapi hasil di masa datang dari setiap alternatif dalam kemungkinan berubah. Kendati demikian, informasi yang mencukupi tersedia untuk memungkinkan hasil yang diharapkan bagi setiap alternatif. Misalnya, untuk memutuskan lokasi baru McDonald dapat menganalisasi aspek demografi, pola lalu lintas, persediaan barang, dan kompetisi yang potensialbagi setiap alternatif lokasi yang mereka miliki.
  5. Ketidakpastian. Artinya manajer tahu tujuan apa yang mereka ingin capai, tetapi informasi alternatif dan peristiwa di masa datang tidak lengkap. Manajer tidak punya informasi yang cukup seputar alternatif atau menaksir risiko. Faktor-faktor yang berdampak pada keputusan misalnya harga, biaya produksi, volume, atau tingkat suku bunga di masa datang sulit dianalisa dan diprediksi. Manajer mungkin harus membuat asumsi guna memaksakan sebuah keputusan, tetapi jika asumsi salah, keputusan juga bisa salah.
  6. Ambiguitas. Artinya tujuan yang hendak dicapai atau masalah yang hendak diselesaikan tidak jelas, alternatif sulit ditentukan, dan informasi seputar hasil tidak tersedia. Ambiguitas tampak seperti apa yang dirasakan siswa tatkala guru membentuk kelompok tetapi tidak memberi topik bahasan, arahan, atau tugas-tugas sehingga siswa meraba-raba apa yang diinginkan si guru.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Pengambilan keputusan memiliki peran yang sangat penting dalam rangka menghasilkan kebijakan-kebijakan. Walaupun keputusan yang diambil mungkin benar dan mungkin salah serta tidak akan memuaskan semua pihak, namun sebagai individu yang mengambil keputusan harus berusaha menerapkan prinsip-prinsip musyawarah dan keadilan sehingga bisa mencapai tujuan yang ditetapkan. Beragam model dalam pengambilan keputusan tergantung pada sifat masalah, situasi dan kondisi, ruang lingkup, tingkat pembuatan keptusan, jenis dan waktu pengambilan keputusan itu. Hal-hal ini sangat berpengaruh bagaimana keputusan harus diambil sesuai dengan model-model pengambilan keputusan.















DAFTAR RUJUKAN
Stephen P. Robbins and Mary Coulter, Management, 9th Editon (Uttar Pradesh:
Dorling Kindersley, 2009) p.157

dalam.html , diakses pada 06-05-2015 13.18 WIB
pendidikan.html  , diakses tanggal  06 – 05- 2015, 11.38 WIB